hukum kesehatan dalam keperawatan

Perawat.Org | Hukum kesehatan dalam keperawatan.

Pengertian Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan hukum pidana (UU Kesehatan No.23 Tahun 1992).

Hukum kesehatan merupakan suatu spesialisasi dari ilmu hukum yang ruang lingkupnya meliputi segala peraturan perundang-undangan di sektor pemeliharaan kesehatan (Hendrik, 2013).

Baca juga: Sejarah Hukum Kesehatan di Indonesia.

Fungsi Hukum dalam Pelayanan Keperawatan

Fungsi hukum dalam pelayanan keperawatan antara lain:

  1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan
  2. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
  3. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

Undang-undang yang mengatur keperawatan dan pelayanan kesehatan

1. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Menurut UU 23/1992, Keperawatan disebut dalam bagian penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan pada bagian pengobatan tradisional.

  • Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 32, Ayat 3).
  • Pelaksanakan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu (Pasal 32, Ayat 4).
  • Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain diluar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan (Pasal 47, Ayat 1).

2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Dalam UU 36/2009, Keperawatan disebut dalam bagian penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta tenaga kesehatan.

  • Pengendalian, pengobatan dan/atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya (Pasal 63, Ayat 3).
  • Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu (Pasal 63, Ayat 4).
  • Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Pasal 21, Ayat 1).

Penjelasan Pasal 21 Ayat 1:

Pada prinsipnya perencanaan, pengadaan pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan ditujukan kepada seluruh tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dapat dikelompokkan sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki, antara lain meliputi tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya.

  • Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 108, Ayat 1).

Penjelasan Pasal 108, Ayat 1

Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

a. Fungsi Rumah Sakit

Fungsi Rumah Sakit diatur pada Pasal 5 UU 44/2009, antara lain:

  1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit
  2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
  3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
  4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

b. Posisi Keperawatan di Rumah Sakit

Keperawatan disebut dalam UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada:

  • Pasal 12, Ayat 1

Rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit dan tenaga non kesehatan.

  • Pasal 13, Ayat 2

Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 13, Ayat 2

Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, fisioterapis, refraksionis optisien, terapis wicara, radiografer, dan okupasi terapis.

  • Pasal 29, Ayat 1, Huruf b

Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban: Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

Penjelasan Pasal 29, Ayat 1

Yang dimaksud dengan standar pelayanan rumah sakit adalah semua standar pelayanan yang berlaku di rumah sakit, antara lain standar prosedur operasional, standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan.

  • Pasal 33, Ayat 2

Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

  • Pasal 34, Ayat 2

Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.

Penjelasan Pasal 34, Ayat 2

Pimpinan yang harus berkewarganegaraan Indonesia adalah direktur utama, direktur medis dan keperawatan, serta direktur sumber daya manusia.

4. UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan

Tujuan UU Keperawatan No. 38 Tahun 2014), antara lain: (1) meningkatkan mutu perawat, (2) meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, (3) memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepeda perawat dan klien (4) meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

UU Keperawatan No. 38 Tahun 2014 mengatur tentang:

a. Jenis Perawat

Perawat terdiri dari perawat profesi (ners dan ners spesialis) dan perawat vokasi (Pasal 4).

b. Pendidikan Tinggi Keperawatan (Pasal 5, 6, 7 dan 8)

Pendidikan tinggi keperawatan terdiri atas pendidikan vokasi (diploma tiga keperawatan), pendidikan akademik (program sarjana, magister, dan doktor keperawatan) dan pendidikan profesi (program profesi keperawatan dan program spesialis keperawatan)

c. Uji Kompetensi (Pasal 16)

Mahasiswa keperawatan pada akhir masa pendidikan vokasi harus mengikuti uji kompetensi secara nasional yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi profesi perawat, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja (sertifikat kompetensi bagi lulusan vokasi dan sertifikat profesi bagi lulusan profesi).

d. Registrasi Perawat (Pasal 17 dan 18)

Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat, menteri dan konsil keperawatan bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan mutu perawat sesuai dengan kewenangan masing-masing dengan mewajibkan perawat untuk memiliki STR (surat tanda registrasi).

STR (berlaku selama 5 tahun) diberikan kepada perawat yang telah memiliki ijazah pendidikan tinggi keperawatan, memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi dan membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

STR dapat diperpanjang apabila perawat yang bersangkutan memiliki STR lama, memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi dan membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya dan memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.

e. Izin Praktik

Perawat yang menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin dalam bentuk SIPP (surat izin praktik perawat) yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat perawat menjalankan praktiknya. Untuk mendapatkan SIPP perawat harus melampirkan salinan STR yang masih berlaku, rekomendasi dari organisasi profesi perawat dan surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. SIPP masih berlaku apabila STR masih berlaku dan perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP (Pasal 19).

SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktik dan dapat diberikan kepada perawat paling banyak dua tempat (Pasal 20), dan perawat yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama Praktik Keperawatan (Pasal 21).

f. Perawat Asing yang Bekerja di Indonesia (Pasal 24, 25 dan 26)

Perat WNA yang akan menjalankan praktik di Indonesia harus mengikuti evaluasi kompetensi yang dilakukan melalui penilaian kelengkapan administratif (penilaian keabsahan ijasah oleh menteri, surat keterangan sehat fisik dan mental, surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi) dan melalui penilaian kemampuan untuk melakukan praktik (dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan sertifikat kompetensi).

Sertifikat kompetensi diberikan dalam bentuk STR sementara dan SIPP yang berlaku selama satu tahun, dan hanya dapat diperpanjang selama satu tahun berikutnya.

g. Perawat Indonesia Lulusan Luar Negri (Pasal 27)

Persyaratan bagi perawat WNI lulusan luar negri yang akan melakukan praktik di Indonesia sama dengan persyaratan bagi perawat WNA yang akan bekerja di Indonesia, sedangkan STR dan SIPP sama dengan perawat WNI lulusan dalam negri.

h. Praktik Keperawatan (Pasal 28)

Praktik keperawatan dapat dilaksanakan mandiri maupun di fasiltas pelayanan kesehatan, berdasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.

i. Tugas Perawat

Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, penyuluh dan konselor bagi klien, pengelola pelayanan keperawatan, peneliti keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang dan/atau pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu yang dilakukan secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan penuh tanggung jawab dan akuntabel (Pasal 29).

j. Wewenang Perawat

Wewenang Perawat menurut UU 38/2014 antara lain:

  • Pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan perorangan (Pasal 30)

Perawat berwenang melakukan pengkajian keperawatan secara holistik, menetapkan diagnosis keperawatan, merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan, melakukan rujukan, memberikan tindakan pada keadaan gawa darurat sesuai dengan kompetensi, memberikan konsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling dan melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

  • Pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat (Pasal 31)

Perawat berwenang melakukan pengkajian kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan kelompok masyarakat, menetapkan permasalahan keperawatan kesehatan masyarakat, membantu penemuan kasus penyakit, merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan kesehatan masyarakat, melakukan rujukan kasus, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan kesehatan masyarakat, melakukan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan advokasi dan menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat, melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling, mengelola kasus dan melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif.

Melakukan penatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif merupakan bagian dari penyelenggaraan praktik keperawatan dengan memasukkan/mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif ke dalam pelaksanaan asuhan keperawatan (Penjelasan UU No. 38 Tahun 2014, tentang Keperawatan, Pasal 30 Ayat 2, Huruf m)

  • Sebagai penyuluh dan konselor bagi klien

Perawat berwenang melakukan pengkajian keperawatan holistik di tingkat individu dan keluarga serta di tingkan kelompok masyarakat, melakukan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat dan melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling (Pasal 31, Ayat 1).

  • Sebagai pengelola pelayanan keperawatan

Perawat berwenang melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan keperawatan dan mengelola kasus (Pasal 31, Ayat 2).

  • Sebagai peneliti keperawatan

Perawat berwenang untuk melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika, menggunakan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan atas izin pimpinan dan menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 31, Ayat 3).

  • Sebagai pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang hanya dapat diberikan secara tertulis (secara delegatif atau mandat) oleh tenaga medis kepada perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.  (Pasal 32, Ayat 1 dan 2).

Delegatif berarti perawat (profesi atau vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan) dilimpahkan wewenang untuk melakukan sesuatu tindakan medis oleh tenaga medis dengan disertai pelimpahan tanggung jawab, sedangkan mandat berarti pelimpahan wewenang kepada perawat untuk melakukan tindakan medis dibawah pengawasan dan tanggung jawab tetap berada pada pemberi pelimpahan wewenang (Pasal 32, Ayat 3, 4, 5 dan 6).

Perawat yang diberikan pelimpahan wewenang, berwenang untuk melakukan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya (delegatif), melakukan tindakan medis dibawah pengawasan (mandat), dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan program pemerintah (Pasal 32, Ayat 7).

Tindakan medis yang dapat dilimpahkan secara delegatif antara lain adalah menyuntik, memasang infus, dan memberikan imunisasi dasar sesuai dengan program pemerintah, sedangkan tindakan medis yang dapat dilimpahkan secara mandat antara lain adalah pemberian terapi parenteral dan penjahitan luka (Penjelasan UU No. 38 Tahun 2014, tentang Keperawatan, Pasal 31 Ayat 4 dan 5).

  • Sebagai pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu

Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian disuatu wilayah tempat perawat bertugas yang ditetapkan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setempat dengan memperhatikan kompetensi perawat (Pasal 33, Ayat 1, 2 dan 3). Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu, perawat berwenang untuk melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis, merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan dan melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga kefarmasian (Pasal 33, Ayat 4).

k. Keadaan Darurat

Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya, dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut. Keadaan darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan klien dan ditetapkan oleh perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya (Pasal 35, Ayat 1, 2, 3, dan 4).

l. Hak Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan, berhak memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur dari klien dan/atau keluarganya, berhak menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah diberikan, berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan dan berhak memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar (Pasal 36).

m. Kewajiban Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat berkewajiban untuk melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, berkewajiban untuk memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan, berkewajiban merujuk klien yang tidak dapat ditangani kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya, berkewajiban untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar, berkewajiban memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya, berkewajiban untuk melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi perawat dan berkewajiban penugasan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah (Pasal 37).

n. Hak dan Kewajiban Klien

Dalam praktik keperawatan, klien berhak untuk mendapatkan informasi secara benar, jelas dan jujur tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan, berhak meminta pendapat perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan, berhak memberi persetujuan atau penolakan tindakan keperawatan yang akan diterimanya dan berhak memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya (Pasal 38). Pengungkapan rahasia kesehatan klien dilakukan atas dasar, kepentingan kesehatan klien, pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakkan hukum, persetujuan klien sendiri, kepentingan pendidikan dan penelitian dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban klien antara lain, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasihat dan petunjuk perawat, mematuhi ketentuan yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

o. Sanksi Administratif

Perawat yang tidak memiliki STR, tidak memasang papan nama praktik keperawatan bagi yang menjalankan praktik mandiri, perawat WNA yang akan bekerja di Indonesia dan WNI lulusan luar negri yang tidak mengikuti evaluasi kompetensi dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, denda administratif dan/atau pencabutan izin.

Masalah Hukum dalam Praktik Keperawatan

Menurut Priharjo (1995), beberapa masalah hukum yang sering terjadi di keperawatan, antara lain:

1. Tort (Kecerobohan) yang disengaja

Contoh tort yang disengaja adalah: menipu, melanggar privacy pasien, membuat dokumentasi yang salah, tidak menerapkan informed consent, menyentuh pasien tanpa izin.

2. Tort (kecerobohan) yang tidak disengaja

Ada 2 jenis tort yang tidak disengaja, antara lain kelalaian dan malpraktik.

Kelalaian adalah melakukan sesuatu yang oleh orang dengan klasifikasi yang sama dapat dilakukan dalam situasi yang sama. Kelalaian sering terjadi karena kegagalan dalam menerapkan pengetahuan dalam praktik yang lain disebabkan kurang pengetahuan.

Sedangkan Malpraktik adalah kelalaian yang dilakukan oleh tenaga professional yang menyebabkan kerusakan, cidera atau kematian. Kegagalan ini dalam melaksanakan suatu fungsi tertentu yang berkaitan dengan peran dalam memberikan asuhan keperawatan.

Jenis-jenis Malpraktik

Mal praktik dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, antara lain:

1. Criminal Malpraktik

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpraktik manakala perbuatan tersebut merupakan kesengajaan, kecerobohan dan kelalaian.

  • Criminal malpraktik yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), melakukan abosrsi tanpa indikasi medis (pasal 299 KUHP).
  • Criminal malpraktik yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
  • Criminal malpraktik yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalkan pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien dalam melakukan operasi.
  • Criminal malpraktik adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

2. Civil Malpraktik

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpraktik apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpraktik antara lain:

  • Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
  • Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
  • Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
  • Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpraktik dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarious liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

3. Administrative Malpraktik

Tenaga keperawatan dikatakan telah melakukan administrative malpraktik manakala tenaga keperawatan tersebut telah melanggar hokum administrasi. Ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga keperawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktik), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawat. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

Leave a Reply