Rute pemberian obat yang berbeda dipilih untuk untuk memaksimalkan kerja obat di dalam tubuh, untuk meminimalkan penyerapan obat di tempat lain, untuk memperpanjang penyerapan obat, atau untuk alasan kenyamanan.
Bentuk sediaan yang berbeda dari obat yang sama mungkin memiliki tingkat penyerapan obat, onset, dan durasi kerja yang berbeda pula.
Misalnya, nitrogliserin yang merupakan vasodilator coroner, dapat diberikan melalui rute yang berbeda-beda, bisa diberikan melalui IV, sublingual, oral, atau bukal, atau sebagai salep topikal.
Dari bermacam rute pemberian obat, nitrogliserin yang diberikan melalui rute IV, sublingual, dan bukal dapat memberikan onset kerja yang cepat.
Sedangkan bentuk oral, salep, dan patch memiliki onset yang lebih lambat, namun memiliki durasi kerja yang lebih lama.
Rute pemberian obat terdiri atas rute enteral, parenteral, dan transkutan, yang masing-masing terbagi kembali menjadi beberapa jenis rute (Jones & Barlett Learning, 2021).
Baca seluruh artikel, atau pilih pada daftar isi berikut:
Table of Contents
Enteral
Rute enteral terdiri dari pemberian oral, nasogastrik, dan rektal.
Obat yang diberikan secara enteral memasuki sirkulasi darah melalui saluran gastrointestinal.
Pemberian obat melalui rute enteral (oral, nasogastrik, rektal) dianggap sebagai pemberian yang paling alami, nyaman, dan aman.
Oleh sebab itu sebagian besar obat diberikan secara enteral, dan biasanya digunakan untuk memberikan efek sistemik.
Oral
Obat melalui oral umumnya disediakan dalam bentuk:
- Tablet
- Kapsul
- Obat larutan
- Obat suspensi
Tablet tersedia dalam berbagai warna, ukuran, dan bentuk. Beberapa tablet secara khusus dilapisi (coated) untuk berbagai keperluan.
Pelapisan (coated) tablet tersebut dilakukan agar obat tablet dapat dengan aman melalui lambung, mengurangi kemungkinan terdegradasi oleh lambung, dan akhirnya menghasilkan efek yang tidak diinginkan.
Pelapis pada tablet juga berfungsi untuk melindungi obat dari kemungkinan rusak akibat pengaruh kelembaban, cahaya, atau udara selama penyimpanan.
Beberapa pelapis sebenarnya mengandung obat, seperti procainamide; yang lain menyembunyikan rasa tidak enak.
Pelapisan juga digunakan untuk memastikan pelepasan dan penyerapan obat yang tepat.
Ada beberapa tablet tidak boleh dihancurkan atau digerus karena dapat mengubah pelepasan obat.
Selain tablet, kapsul juga umum digunakan.
Kapsul adalah bentuk sediaan padat di mana obat dibungkus pembungkus (cangkang) yang keras atau lunak dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Obat kapsul biasanya dilepaskan lebih cepat daripada obat tablet.
Ada pula obat oral yang sediaannya diberikan dalam bentuk larutan (solution).
Obat larutan diserap lebih cepat daripada banyak obat yang diberikan dalam bentuk padat, namun tingkat obat dalam darah tidak selalu dapat diprediksi.
Beberapa obat dalam larutan harus diberikan bersamaan makanan atau makanan ringan untuk meminimalkan efek iritasi pada mukosa lambung.
Selain obat larutan (solution), ada pula obat suspensi (suspensions).
Obat suspensi (suspensions) adalah preparat yang terdiri dari obat yang dihaluskan dalam pembawa yang sesuai (biasanya air).
Obat suspensi harus dikocok sebelum diberikan untuk memastikan keseragaman persiapan dan pemberian dosis yang tepat.
Nasograstrik
Obat yang diberikan melalui selang nasogastrik atau gastrostomi langsung masuk ke lambung, tanpa melewati mulut dan kerongkongan (esofagus).
Obat biasanya diberikan dalam bentuk cair karena tablet atau kapsul yang utuh dapat menyebabkan penyumbatan pada selang lambung.
Kadang-kadang Perawat menggerus tablet atau membuka isi kapsul pada pemberian melalui nasogastrik, namun perlu diingat bahwa hal tersebut dapat mempengaruhi pelepasan obat.
Kolaborasi dengan apoteker untuk menentukan tablet mana yang dapat dihancurkan, atau kapsul mana yang dapat dibuka.
Rektal
Beberapa obat enteral diberikan secara rektal, dalam bentuk supositoria, larutan, atau salep.
Pemberian obat enteral melalui rektal dapat memberikan efek lokal atau sistemik.
Ketika dimasukkan ke dalam rektum, obat supositoria melunak, meleleh, atau larut, kemudian melepaskan obat yang terkandung di dalamnya.
Rute rektal biasanya dipilih untuk obat-obatan yang dihancurkan atau diinaktivasi oleh lingkungan lambung, atau usus.
Selain itu, rute rektal juga dipilih ketika rute oral dikontraindikasikan akibat muntah atau kesulitan menelan.
Kelemahan dari rute rektal adalah menimbulkan rasa ketidaknyamanan, ketidakpatuhan, dan penyerapan obat yang tidak lengkap atau tidak teratur.
BACA JUGA: 8 Benar Pemberian Obat
Parenteral
Pada pemberian parenteral, obat langsung memasuki sistem peredaran darah melalui suntikan, dan bukan melalui penyerapan gastrointestinal.
Rute pemberian ini dipilih bila diinginkan aksi obat yang cepat, ketika pasien tidak kooperatif, tidak sadar, atau tidak dapat menerima pengobatan melalui rute oral, atau ketika obat tidak efektif dengan cara lain.
Obat-obatan parenteral dapat disuntikkan ke dalam sendi, tulang belakang, arteri, vena, dan otot.
Namun, rute parenteral yang paling umum adalah rute:
- Intramuskular (I.M)
- Intravena (I.V)
- Subkutan (S.C)
- Intrakutan (I.C).
Obat yang diberikan secara parenteral dapat dicampur dalam larutan atau suspensi.
Kelemahan pemberian obat secara parenteral adalah obat tidak dapat dikeluarkan atau dikurangi dosisnya setelah disuntikkan.
Selain itu suntikan biasanya lebih mahal daripada obat sediaan lain karena memerlukan sterilitas yang ketat.
Intramuskular (I.M)
Injeksi I.M disuntikkan pada otot paha (vastus lateralis), otot dorsogluteal (gluteus maximus), lengan atas (deltoid), atau otot ventrogluteal (gluteus medius).
Suntikan I.M biasanya memberikan aksi obat yang berkelanjutan. Rute I.M biasanya dipilih untuk obat-obatan yang mengiritasi jaringan subkutan.
Saat melakukan injeksi obat I.M, perhatikan bahwa obat harus disuntikkan sejauh mungkin dari saraf utama dan pembuluh darah.
Intravena (I.V)
Pada rute pemberian obat melalui I.V, larutan obat disuntikkan langsung ke dalam vena (biasanya vena pada lengan bawah).
Injeksi IV dapat diberikan sebagai injeksi tunggal dengan volume kecil (bolus) atau sebagai infus volume besar dengan tetesan yang lambat.
Karena obat yang disuntikkan melalui I.V tidak menemui hambatan penyerapan, rute ini menghasilkan aksi obat yang paling cepat, sehingga penting dalam situasi darurat.
Subkutan (S.C)
Rute pemberian obat melalui subkutan digunakan untuk menyuntikkan obat dalam jumlah kecil, biasanya 1 ml atau kurang.
Suntikan subkutan biasanya diberikan di daerah perut, daerah lateral paha anterior, permukaan posterior lengan atas, atau daerah lumbar lateral.
Tempat injeksi harus dirotasi untuk meminimalkan iritasi jaringan apabila pasien sering menerima injeksi subkutan, misalnya pada pasien yang menggunakan insulin.
Intrakutan (I.C)
Tempat yang umum untuk injeksi intrakuan adalah pada kulit lengan dan punggung.
Karena hanya sekitar 0,1 ml obat yang dapat diberikan secara intrakutan, rute I.C jarang digunakan, kecuali dalam prosedur diagnostik dan pengujian, seperti skrining untuk reaksi alergi.
BACA JUGA: 3 Jenis Obat High Alert yang Perlu Diwaspadai Perawat
Transkutan
Dalam pemberian transkutan, obat melintasi lapisan kulit baik dari luar (kulit) atau dari dalam (mukokutan).
Rute ini meliputi pemberian:
- Sublingual
- Inhalasi
- Oftalmik (mata)
- Otic (telinga)
- Nasal (hidung)
- Topikal
- Vaginal
Sublingual
Pada rute pemberian obat melalui sublingual, obat (biasanya tablet) ditempatkan di bawah lidah dan dibiarkan larut dengan sendirinya.
Obat yang biasa diberikan dengan rute sublingual adalah obat Nitrogliserin, yang memungkinkan penyerapan dan aksi obat yang cepat.
Rute sublingual juga menghindari metabolisme lintas pertama.
Inhalasi
Beberapa obat dapat dihirup secara oral atau nasal untuk menghasilkan efek lokal pada saluran pernapasan atau efek sistemik.
Meskipun obat yang diberikan melalui inhalasi menghindari metabolisme lintas pertama di hati, paru-paru juga dapat berfungsi sebagai area metabolisme lintas pertama dengan memberikan konversi pernapasan menjadi senyawa yang lebih larut dalam air.
Oftalmik
Rute optalmik adalah tetes mata dan salep mata, yang diteteskan atau dioleskan langsung ke kornea atau konjungtiva untuk meningkatkan penetrasi lokal dan menurunkan absorpsi sistemik.
Obat ini biasanya digunakan dalam pemeriksaan mata dan untuk mengobati glaukoma.
Obat tetes mata menimbulkan risiko kehilangan obat yang lebih besar melalui duktus nasolakrimalis ke dalam nasofaring daripada salep mata.
Tetes Telinga (Otic)
Solusi otik diberikan langsung ke saluran telinga luar untuk penetrasi lokal dan penurunan penyerapan sistemik.
Obat-obatan ini, yang meliputi anestesi, antibiotik, dan obat anti-inflamasi, biasanya memerlukan penutupan saluran telinga dengan kapas setelah diteteskan.
Nasal
Tetes hidung diterapkan langsung ke mukosa hidung untuk meningkatkan penetrasi lokal dan penurunan penyerapan sistemik.
Obat ini biasanya digunakan untuk mengurangi peradangan yang biasanya terkait dengan rhinitis.
Topikal
Obat topikal adalah obat krim, salep, losion, dan pasta, yang dioleskan langsung ke kulit.
Selain keempat obat tersebut, telah dikembangkan pula obat transdermal, yang biasanya tersedia bentuk patch (ditempel seperti koyo).
Karena mereka memberikan pelepasan obat yang lambat, rute topikal ini biasanya digunakan untuk menghindari metabolisme lintas pertama dan memastikan durasi kerja yang lama.
Vaginal
Pada rute vaginal, obat-obatan seperti troches vagina, supositoria, dan krim dimasukkan langsung ke dalam vagina untuk mendapatkan efek penyerapan lokal yang lambat.
pH tubuh yang berbeda dari pH darah menyebabkan perangkap obat atau reabsorpsi, yang menunda ekskresi obat melalui tubulus ginjal.
Sekresi vagina bersifat basa, dengan pH 3,4 hingga 4,2, sedangkan darah memiliki pH 7,35 hingga 7,45.
Referensi
Jones & Barlett Learning (2021). 2021 Nurse’s Drug Handbook, 20th Ed. Burlington: Jones & Barlett Learning.