Bolehkah Rumah Sakit Menolak Pasien?
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah Sakit juga merupakan satu-satunya harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan yang tersedia selama 24 jam.
Apakah Rumah Sakit Boleh Menolak Pasien?
Ketentuan mengenai penolakan pasien diatur pada Pasal 32 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal 32 Ayat (1) berbunyi:
“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.”
Pasal 32 Ayat (2) berbunyi:
“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.”
Pasal 32 diatas mengatur tentang larangan bagi Rumah Sakit menolak pasien yang sedang dalam keadaan gawat darurat.
Selain Pasal diatas, ada pula ketentuan yang mengatur bahwa Rumah Sakit dilarang menolak pasien yang dalam situasi bencana, yaitu Pasal 85 UU Kesehatan.
Pasal 85 Ayat (1) berbunyi:
“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan.”
Pasal 85 Ayat (2) berbunyi:
“Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.”
Berdasarkan kedua pasal di atas maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit (Pemerintah maupun Swasta) dilarang menolak pasien dalam keadaan darurat dan dalam hal bencana.
Bagaimana bila pasien tidak dalam keadaan darurat atau bencana?
Dalam banyak kasus diketahui bahwa seringkali Rumah Sakit menolak pasien dengan alasan tidak ada tempat tidur atau tidak ada alat.
Dalam UU mengenai Kesehatan (Hukum Kesehatan), memang hanya ada ketentuan yang mengatur pasien gawat darurat dan dalam hal bencana, sedangkan diluar itu tidak ada ketentuannya.
Namun berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa:
“Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan.”
Pasal 7 Ayat (1) ini kemudian dilanjutkan pada Pasal 16 Ayat (1) yang berbunyi:
“Adapun persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.”
Peralatan medis adalah peralatan yang digunakan untuk keperluan diagnosa, terapi, rehabilitasi dan penelitian medik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan peralatan nonmedis adalah peralatan yang digunakan untuk mendukung keperluan tindakan medis.
Kemudian, bila memang Rumah Sakit mengalami keterbatasan peralatan, maka berdasarkan Pasal 42 Ayat (2) UU Rumah Sakit disebutkan bahwa rumah sakit wajib merujuk pasien tersebut.
Pasal 42 Ayat (2) UU Rumah Sakit berbunyi:
“Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.”
Berdasarkan Pasal-pasal dalam UU Rumah Sakit diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit boleh saja menolak pasien yang tidak dalam keadaan gawat darurat, atau tidak dalam hal bencana.
Namun penolakan tersebut harus disertai dengan tindakan merujuk pasien ke RS yang lebih lengkap, agar pasien tersebut memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukannya.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit