tentang visum et repertum

Perawat.Org | Tentang Visum et Repertum

Istilah Visum et Repertum tidak ditemukan di KUHP maupun KUHAP, namun tercantum dalam Stbl. Tahun 1937 No. 350.

Pengertian Visum et Repertum

Menurut Haroen Atmodirono dan Njowito Hamdani (1980):

Pengertian visum et repertum seperti diatur dalam Stbl. Tahun 1937 No. 350 adalah laporan tertulis untuk justisi yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah, tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada benda yang diperiksa menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.

Menurut Abdul Mun’im Idries (1997):

Visum et repertum adalah laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan;

Menutur Ohaiwutun (n.d):

Visum et repertum merupakan laporan dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh dokter yang telah mengucapkan sumpah jabatan, yang pembuatannya didasarkan pada hal yang dilihat dan diketemukan atas pemeriksaan terhadap orang mati atau terluka yang diduga karena tindak pidana.

Kapan Visum dibutuhkan?

Visum tidak hanya diperlukan dalam pemeriksaan perkara pidana, tetapi pada pemeriksaan perkara perdata untuk kasus-kasus tertentu.

Perkara perdata yang memerlukan pembuatan visum, antara lain adalah untuk perkara permohonan pengesahan perubahan/penyesuaian status kelamin, klaim atas asuransi, pembuktian status anak, dan sebagainya.

Masalah kematian yang berhubungan dengan hukum perdata, misalnya pada klaim asuransi atau penentuan ahli waris berhubungan dengan hak atas pembagian harta warisan.

Sedangkan peristiwa pidana yang memerlukan visum berhubungan dengan alat bukti berupa tubuh manusia, baik dalam keadaan hidup maupun mati.

Peristiwa pidana yang memerlukan visum, antara lain:

  1. Pasal 44 KUHP, berhubungan dengan bila pelaku tindak pidana diduga menderita gangguan jiwa
  2. Pasal 287, 288, 290 sampai 295, 300 dan 301 KUHP, berhubungan dengan penentuan usia korban/pelaku tindak pidana di bidang kesusilaan.
  3. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, berhubungan dengan penentuan usia pelaku tindak pidana anak.
  4. Pasal 284 sampai 290 KUHP, dan Pasal 292 sampai 294 KUHP berhubungan dengan kejahatan kesusilaan.
  5. Pasal 338 sampai 348 KUHP berhubungan dengan kejahatan terhadap nyawa.
  6. Pasal 351 sampai 355 KUHP berhubungan dengan penganiayaan
  7. Pasal 359 dan 360 KUHP berhubungan dengan perbuatan alpa yang mengakibatkan kematian atau terlukanya orang lain.

Jenis Visum et Repertum

Visum et repertum yang diberikan sekaligus

Visum yang diberikan sekaligus adalah pembuatan visum yang dilakukan apabila orang yang dimintakan visum tidak memerlukan perawatan lebih lanjut atas kondisi luka-luka yang disebabkan dari tindak pidana.

Pada umumnya visum sekaligus diberikan untuk korban penganiayaan ringan yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.

Visum et repertum sementara

Visum sementara diperlukan apabila orang yang dimintakan visum memerlukan perawatan lebih lanjut berhubungan dengan luka-luka yang disebabkan dari tindak pidana.

Visum sementara diberikan sementara waktu, untuk menjelaskan keadaan orang yang dimintakan visum pada saat pertama kali diperiksa oleh dokter, sehingga masih memerlukan visum lanjutan dalam rangka menjelaskan kondisi orang yang dimintakan visum pada saat terakhir kali meninggalkan rumah sakit.

Visum et repertum lanjutan

Visum lanjutan diberikan apabila orang yang dimintakan visum hendak meninggalkan rumah sakit dikarenakan telah sembuh, pulang paksa, pindah rumah sakit atau mati.

Visum et repertum atas mayat

Tujuan pembuatan visum atas mayat adalah untuk orang yang mati atau diduga kematiannya dikarenakan peristiwa pidana.

Pemeriksaan atas mayat haruslah dilakukan dengan cara bedah mayat atau otopsi forensik, yang dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kematian seseorang.

Pemeriksaan atas mayat dengan cara melakukan pemeriksaan di luar tubuh, tidak dapat secara tepat menyimpulkan penyebab pasti kematian seseorang.

Hanya bedah mayat forensik yang dapat menentukan penyebab pasti kematian seseorang.

Visum et repertum penggalian mayat

Visum penggalian mayat dilakukan dengan cara menggali mayat yang telah terkubur atau dikuburkan, yang kematiannya diduga karena peristiwa pidana.

Penggunaan istilah visum penggalian mayat lebih tepat daripada visum penggalian kuburan, karena orang yang mati terkubur dikarenakan peristiwa pidana belum tentu posisinya dikuburkan/terkubur di kuburan.

Visum penggalian mayat dilakukan, baik atas mayat yang telah maupun yang belum pernah diberikan visum.

Atas mayat yang telah diberikan visum dimungkinkan untuk dibuatkan visum ulang apabila hasil visum sebelumnya diragukan kebenarannya, misalnya dalam kasus pembunuhan aktifis buruh perempuan Marsinah pada masa pemerintahan orde baru yang penggalian mayatnya dilakukan lebih dari satu kali.

Visum et Repertum tentang Umur

Visum tentang Umur bertujuan untuk mengetahui kepastian umur seseorang, baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana.

Kepentingan dalam menentukan kepastian umur seseorang berkaitan dengan korban tindak pidana biasanya berhubungan dengan delik kesusilaan atau tindak pidana lain yang korbannya anak-anak sebagaimana ditentukan di dalam UU Perlindungan Anak 2014 maupun KUHP.

Visum et Repertum Psikiatrik

Visum Psikiatrik diperlukan berhubungan dengan pelaku tindak pidana yang diduga jiwanya cacat dalam tumbuh kembangnya atau terganggu karena penyakit.

Visum Psikiatrik biasanya juga diberikan terhadap pelaku tindak pidana yang dalam melakukan tindak pidana di luar batas-batas kewajaran manusia normal, misalnya, pembunuhan dengan cara memutilasi korban, atau tindak pidana yang dipandang sadis yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh pelaku dalam kondisi jiwa yang normal.

Visum et Repertum untuk korban persetubuhan illegal atau tindak pidana di bidang kesusilaan

Visum untuk korban persetubuhan illegal atau tindak pidana di bidang kesusilaan merupakan visum yang diberikan untuk tindak pidana di bidang kesusilaan.

Pemeriksaan terhadap korban tindak pidana di bidang kesusilaan, khusus pada tindak pidana yang mengandung unsur persetubuhan pembuktiannya secara medis lebih mudah daripada tindak pidana kesusilaan yang tidak mensyaratkan adanya unsur persetubuhan (misalnya, pelecehan seksual, percabulan, dan sebagainya).

Berita Acara Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Berita Acara Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) diberikan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan TKP berhubungan dengan tindak pidana yang terjadi;

Berita Acara Pemeriksaan Barang Bukti

Berita Acara Pemeriksaan Barang Bukti adalah pemeriksaan penunjang kedokteran forensik yang berkaitan dengan barang bukti berhubungan dengan suatu tindak pidana.

Pemeriksaan atas barang bukti, dapat berupa bagian dari tubuh manusia (misalnya, darah, rambut, sperma, muntahan korban, tulang belulang, dan sebagainya), dan pemeriksaan atas barang bukti lain (misalnya, racun, serbuk mesiu, selongsong peluru, dan sebagainya).

Sumber

Ohaiwutun, Y.A.T. (n.d). Ilmu Kedokteran Forensik: Interaksi dan Dependensi Hukum pada Ilmu Kedokteran. http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/79197/ikk-1%20Proof%20Reading%20Ponca.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Leave a Reply