“Trauma-informed care seharusnya sama rutinnya dengan cuci tangan, karena kita tidak pernah tahu apa yang telah dialami oleh seseorang.”
Sebagai perawat, kita sering kali bertemu pasien pada momen dimana mereka paling rentan.
Baik ketika datang untuk pemeriksaan rutin maupun dalam kondisi darurat, luka emosional sering kali tidak terlihat.
Di sinilah trauma-informed care (TIC) berperan penting.
TIC mengubah pendekatan kita dari pertanyaan “Ada apa dengan Anda?” menjadi “Apa yang pernah terjadi pada Anda?”, karena trauma, baik yang lama maupun yang baru, memengaruhi bagaimana seseorang menjalani perawatan kesehatan.
Mengapa Trauma-Informed Care Penting bagi Perawat?
Tidak sedikit pasien yang pernah mengalami trauma, baik dalam bentuk kekerasan, diskriminasi, penelantaran, kemiskinan, atau kekerasan dalam rumah tangga.
Semua itu dapat memengaruhi kepercayaan mereka terhadap sistem kesehatan, kepatuhan terhadap program perawatan, bahkan respon mereka terhadap prosedur medis.
Bagi perawat, menerapkan TIC berarti:
- Membangun rasa aman dan kepercayaan dalam setiap interaksi Perawat-Pasien.
- Mencegah risiko trauma ulang pada pasien
- Meningkatkan keterlibatan dan luaran perawatan pasien
- Mendukung kesejahteraan tenaga kesehatan dan mencegah burnout
BACA JUGA: Memahami Medical Misogyny: Panduan untuk Perawat
Anggap Trauma-Informed Care sebagai Universal Precaution
Universal precaution atau kewaspadaan standar, seperti halnya kita mencuci tangan atau memakai sarung tangan untuk semua pasien, TIC juga seharusnya menjadi praktik standar, karena kita tidak pernah tahu latar belakang trauma seseorang.
Menurut American Association of Colleged of Nursing, TIC seharusnya bukan tambahan yang “baik kalau ada” atau “nice-to-have”.
Namun menjadi bagian dasar dari upaya patient safety.
Prinsip Utama Trauma-Informed Care
Untuk menerapkan TIC dalam praktik keperawatan, kita bisa mengikuti enam prinsip utama dari CDC berikut:
- Keamanan: Pastikan pasien dan tenaga kesehatan merasa aman secara fisik dan emosional.
- Kepercayaan & transparansi: Berkomunikasi dengan jelas, jujur, dan konsisten.
- Dukungan sebaya: Hargai pengalaman hidup pasien. Hubungkan mereka dengan sistem pendukung (support system)
- Kolaborasi: Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan. Hindari adanya ketimpangan kuasa (power imbalance) antara perawat-pasien.
- Pemberdayaan: Kenali kekuatan pasien. Bantu mereka mendapatkan kembali kendali dan rasa percaya diri.
- Kerendahan Hati Budaya & Responsif: Sadari bagaimana ras, gender, usia, riwayat hidup, dan identitas dapat membentuk pengalaman trauma. Hindari prasangka dan bias.

Langkah Praktis yang Bisa Dimulai Hari Ini
Anda tidak perlu menjadi pakar untuk mulai menerapkan TIC. Mulailah dengan tindakan kecil yang bermakna, seperti:
- Minta izin sebelum menyentuh atau melakukan tindakan
- Ketuk pintu dan tunggu sejenak sebelum masuk ruangan pasien
- Jelaskan setiap tindakan dan alasan Anda melakukannya
- Gunakan nada suara yang tenang dan beri waktu pasien untuk merespons
- Dukung pilihan pasien, bahkan untuk hal kecil, seperti “apakah anda ingin duduk atau berbaring?”
- Jangan paksa pasien menceritakan trauma. TIC bukan soal menggali masa lalu, tapi menciptakan rasa aman saat ini
“Apapun yang pasien pilih untuk ceritakan atau tidak, kehadiran Anda yang tenang dan penuh hormat bisa menjadi awal dari proses penyembuhan trauma mereka.”
Tahu Kapan Harus Bertindak: Peran Perawat dalam Pelaporan
Jika pasien mengungkapkan adanya kekerasan, atau dikaji ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh pasien, perawat memiliki tanggung jawab etis untuk melaporkannya kepada atasan, atau manajemen fasilitas pelayanan kesehatan.
Bagaimana Fasilitas Kesehatan Bisa Mendukung Perawat
Agar TIC dapat berjalan dengan efektif, dukungan tidak bisa hanya datang dari individu perawat saja. Fasilitas juga perlu:
- Melatih seluruh staf, termasuk staf non-medis seperti keamanan dan resepsionis
- Membangun budaya kerja yang aman secara psikologis dan inklusif
- Mendukung kesehatan mental staf untuk mencegah kelelahan kerja
- Merekrut dan mempertahankan staf yang punya empati dan kepekaan budaya
Penutup
Trauma-informed care bukan sekadar tren atau keterampilan tambahan. Ini adalah dasar dari praktik keperawatan yang baik.
TIC membantu kita merawat manusia seutuhnya, baik fisik, jiwa, dan latar belakangnya, sambil menjaga diri kita sendiri dari kelelahan empati.
“Setiap pasien layak diperlakukan dengan bermartabat, dan setiap perawat mampu memberikannya.”
Artikel ini adalah bagian dari gerakan Merawat Tanpa Bias
Merawat Tanpa Bias (MTB) adalah gerakan kolaboratif dari Perawat.org untuk mendorong perawat Indonesia mewujudkan perawatan yang adil, inklusif, dan bebas prasangka.
Lewat edukasi, komunikasi publik, dan kampanye digital, MTB mendorong terciptanya budaya perawatan yang manusiawi dan setara bagi semua.
Mari bergabung bersama komunitas Gerakan Merawat Tanpa Bias (MTB) dan jadi bagian dari perubahan.
- Kunjungi laman resmi: tanpabias.perawat.org
- Isi formulir pendaftaran di https://forms.gle/ENJm8HaY7raBaUHh7
- Ikuti media sosial kami: Instagram: @perawat.ig | TikTok: @perawat.org | YouTube: PerawatTV
Referensi
- Trauma-Informed Care Implementation Resource Center (n.d). What is Trauma-Informed Care?. Diakses pada 5 Juli 2025 di https://www.traumainformedcare.chcs.org/what-is-trauma-informed-care/
- American Association of Colleged of Nursing. Trauma-Informed Care. Diakses pada 5 Juli 2025 di https://www.aacnnursing.org/5b-tool-kit/themes/trauma-informed-care
- Center for Disease Control and Prevention (2022). 6 Guiding Principles to a Trauma Informed Approach Infographic. Diakses pada 5 Juli 2025 di https://stacks.cdc.gov/view/cdc/138924