perawat.org | Perawat jaga malam perlu tidur 20 menit demi keselamatan pasien
Menurut sebuah penelitian terbaru, tidur singkat yang cepat dapat membantu staf medis melawan kelelahan dan menjaga pasien tetap aman selama shift malam.
Dr. Redfern dari Newcastle Hospitals NHS Foundation Trust, dalam pertemuan tahunan Masyarakat Anestesiologi dan Perawatan Intensif Eropa (European Society of Anaesthesiology and Intensive Care/ESAIC), merekomendasikan bahwa setiap dokter dan perawat perlu tidur 20 menit selama jaga malam.
Lebih lanjut, Dr. Redfern menambahkan bahwa tidak ada tenaga kesehatan yang boleh bekerja lebih dari tiga shift malam berturut-turut setiap minggu seperti dilansir oleh studyfinds.org.
Kebijakan ini akan menjaga pasien aman dari kesalahan manusia (human error) oleh staf rumah sakit dan mencegah dokter dan perawat terlibat kecelakaan saat mengemudi pulang.
Berdasarkan hasil survei yang diterbitkan dalam jurnal Anaesthesia, setengah dari dokter, konsultan, dan perawat mengalami kecelakaan, atau nyaris celaka saat mengemudi pulang selepas jaga malam.
Studi sebelumnya juga menemukan bahwa mengemudi setelah terjaga selama 20 jam atau lebih sama berbahayanya dengan mengemudi dalam keadaan mabuk.
Pekerja yang mengemudi setelah bekerja selama 12 jam berturut-turut juga dua kali lebih berisiko mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang bekerja selama delapan jam.
Dr Redfern mengatakan “hutang tidur” ini mulai menumpuk setelah dua malam tidur terbatas. Selain itu, dibutuhkan setidaknya dua malam tidur “baik” bagi tubuh untuk pulih dari kelelahan ini.
Secara khusus, para peneliti mengatakan bahwa fungsi kognitif manusia menurun setelah terjaga selama 16 hingga 18 jam berturut-turut.
Untuk pekerja medis, Redfern mengatakan ini mengganggu kemampuan mereka untuk berinteraksi secara efektif dengan pasien dan rekan kerja mereka.
“Ketika kelelahan muncul, kami di tim medis dan perawat kurang berempati dengan pasien dan rekan kerja, kewaspadaan menjadi lebih bervariasi, dan penalaran logis terpengaruh, sehingga sulit untuk menghitung, misalnya, dosis obat yang benar yang dibutuhkan pasien, ” jelas Dr. Redfern.
“Kami merasa sulit untuk memikirkan fleksibilitas, atau untuk menyimpan informasi baru yang menyulitkan untuk mengelola situasi darurat yang berubah dengan cepat. Suasana hati kami semakin buruk, sehingga kerja tim kami terganggu.”
“Kami berharap pada akhirnya regulator akan menyadari bahwa tenaga kesehatan memiliki fisiologi yang sama dengan karyawan di setiap industri kritis keselamatan lainnya dan memerlukan manajemen risiko kelelahan formal sebagai bagian dari pendekatan keseluruhannya terhadap keselamatan pasien dan staf,” Dr. Redfern menyimpulkan.
“Kita perlu mengubah cara kita mengatur shift malam untuk mengurangi efek kelelahan. Shift kerja tersebut harus memastikan semua orang mendapatkan tidur singkat, dan bahwa kita saling mendukung untuk tetap aman dan waspada saat kita bekerja sepanjang malam. Jadwal kepegawaian harus memberikan waktu yang cukup antara shift untuk istirahat yang tepat, dan tidak seorang pun boleh melakukan lebih dari 3 shift malam berturut-turut. ”