Risiko luka tekan

Risiko luka tekan merupakan diagnosis keperawatan yang didefinisikan sebagai berisiko mengalami cedera lokal pada kulit dan/atau jaringan, biasanya pada tonjolan tulang akibat tekanan dan/atau gesekan.

Diagnosis ini diberi kode D.0144, masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).

Dalam artikel ini, kita akan belajar diagnosis keperawatan risiko luka tekan secara komprehensif, namun dengan Bahasa sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Kita akan mempelajari faktor risiko yang harus muncul untuk dapat mengangkat diagnosis ini, bagaimana cara menulis diagnosis dan luaran, serta memilih intervensi utamanya.

Baca seluruh artikel atau lihat bagian yang anda inginkan pada daftar isi berikut:

Faktor Risiko

Faktor risiko adalah kondisi atau situasi yang dapat meningkatkan kerentanan pasien mengalami masalah Kesehatan.

Faktor risiko inilah yang digunakan oleh Perawat untuk mengisi bagian “dibuktikan dengan ….” pada struktur diagnosis keperawatan risiko.

Faktor risiko untuk masalah risiko luka tekan adalah:

  1. Skor skala Braden Q ≤ 16 (anak) atau skor skala Braden < 18 (dewasa)
  2. Perubahan fungsi kognitif
  3. Perubahan sensasi
  4. Skor ASA (American in Sensation Anesthesiologist) ≥ 2
  5. Anemia
  6. Penurunan mobilisasi
  7. Penurunan kadar albumin
  8. Penurunan oksigenasi jaringan
  9. Penurunan perfusi jaringan
  10. Dehidrasi
  11. Kulit kering
  12. Edema
  13. Peningkatan suhu kulit 1 – 2°C
  14. Periode imobilisasi yang lama diatas permukaan yang keras (mis: prosedur operasi ≥ 2 jam)
  15. Usia ≥ 65 tahun
  16. Beran badan lebih
  17. Fraktur tungkai
  18. Riwayat stroke
  19. Riwayat luka tekan
  20. Riwayat trauma
  21. Hipertermi
  22. Inkontinensia
  23. Ketidakadekuatan nutrisi
  24. Skor RAPS (Risk Assesment Pressure Score) rendah
  25. Klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association) ≥ 2
  26. Efek agen farmakologis (mis: anestesi umum, vasopressor, antidepressant, norepinefrin)
  27. Imobilisasi fisik
  28. Penekanan di atas tonjolan tulang
  29. Penurunan tebal lipatan kulit trisep
  30. Kulit bersisik
  31. Gesekan permukaan kulit

Penulisan Diagnosis

Diagnosis ini merupakan diagnosis keperawatan risiko, yang berarti penulisannya menggunakan metode dua bagian, yaitu:

[masalah] + [faktor risiko]

Sehingga contoh penulisannya menjadi seperti ini:

Risiko luka tekan dibuktikan dengan riwayat stroke

Atau bila rumusannya kita disederhanakan, maka dapat menjadi:

Risiko luka tekan d.d Riwayat stroke

Perhatikan:

  1. Masalah = Risiko luka tekan
  2. Faktor risiko = Riwayat stroke
  3. d.d = dibuktikan dengan
  4. Diagnosis risiko tidak menggunakan berhubungan dengan (b.d) karena tidak memiliki etiologi.

Pelajari lebih rinci pada: “Cara menulis diagnosis keperawatan sesuai SDKI.”

Luaran (HYD)

Dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran utama untuk diagnosis risiko luka tekan adalah “Integritas kulit/jaringan meningkat”.

Integritas kulit/jaringanmeningkat diberi kode L.14125 dalam SLKI.

Integritas kulit/jaringan meningkat berarti meningkatnya keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligamen).

Kriteria hasil untuk membuktikan bahwa integritas kulit/jaringan meningkat adalah:

  1. Kerusakan jaringan menurun
  2. Kerusakan lapisan kulit menurun

Ketika menulis luaran keperawatan, Perawat harus memastikan bahwa penulisan terdiri dari 3 komponen, yaitu:

[Label] + [Ekspektasi] + [Kriteria Hasil].

Contoh:

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka integritas kulitmeningkat, dengan kriteria hasil:

  1. Kerusakan lapisan kulit menurun

Perhatikan:

  1. Label = Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka integritas kulit
  2. Ekspektasi = Meningkat
  3. Kriteria Hasil = Dengan kriteria hasil 1, 2, 3, dst,

Lebih jelas baca artikel “Cara menulis luaran keperawatan sesuai SLKI.”

Intervensi

Saat merumuskan intervensi apa yang harus diberikan kepada pasien, perawat harus memastikan bahwa intervensi dapat mengatasi penyebab.

Namun bila penyebabnya tidak dapat secara langsung diatasi, maka perawat harus memastikan bahwa intervensi yang dipilih dapat mengatasi tanda/gejala.

Selain itu, perawat juga harus memastikan bahwa intervensi dapat mengukur luaran keperawatan.

Selengkapnya baca di “Cara menentukan intervensi keperawatan sesuai SIKI”.

Dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi utama untuk diagnosis risiko luka tekan adalah:

  1. Manajemen sensasi perifer
  2. Pencegahan luka tekan

Manajemen Sensasi Perifer (I.06195)

Intervensi manajemen sensasi perifer dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.06195).

Manajemen sensasi perifer adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan mengelola ketidaknyamanan pada perubahan sensasi perifer.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi manajemen sensasi perifer berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Identifikasi penyebab perubahan sensasi
  • Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
  • Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
  • Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
  • Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
  • Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
  • Monitor perubahan kulit
  • Monitor adanya tromboplebitis dan tromboemboli vena

Terapeutik

  • Hindai pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)

Edukasi

  • Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
  • Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
  • Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

Pencegahan Luka Tekan (I.14543)

Intervensi pencegahan luka tekan dalam Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) diberi kode (I.14543).

Pencegahan luka tekan adalah intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk mengidentifikasi dan menurunkan risiko pasien mengalami kematian jaringan pada area penonjolan tulang akibat penekanan atau gesekan terus menerus.

Tindakan yang dilakukan pada intervensi pencegahan luka tekan berdasarkan SIKI, antara lain:

Observasi

  • Periksa luka tekan dengan menggunakan skala (mis: skala Noton, skala Braden)
  • Periksa adanya luka tekan sebelumnya
  • Monitor suhu kulit yang tertekan
  • Monitor berat badan dan perubahannya
  • Monitor status kulit harian
  • Monitor ketat area yang memerah
  • Monitor kulit di atas tonjolan tulang atau titik tekan saat mengubah posisi
  • Monitor sumber tekanan atau gesekan
  • Monitor mobilitas dan aktivitas individu

Terapeutik

  • Keringkan daerah kulit yang lembab akibat keringat, cairan luka, dan inkontinensia fekal atau urin
  • Gunakan barier seperti lotion atau bantalan penyerap air
  • Ubah posisi dengan hati-hati setiap 1 – 2 jam
  • Buat jadwal perubahan posisi
  • Berikan bantalan pada titik tekan atau tonjolan tulang
  • Jaga sprai tetap kering, bersih dan tidak ada kerutan/lipatan
  • Gunakan Kasur khusus, jika perlu
  • Hindari pemijatan di atas tonjolan tulang
  • Hindari pemberian lotion pada daerah yang luka atau kemerahan
  • Hindari mengunakan air hangat dan sabun keras saat mandi
  • Pastikan asupan makanan yang cukup terutama protein, vitamin B dan C, zat besi, dan kalori

Edukasi

  • Jelaskan tanda-tanda kerusakan kulit
  • Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda kerusakan kulit
  • Ajarkan cara merawat kulit

Diagnosis Terkait

Daftar diagnosis lainnya yang masuk dalam kategori lingkungan, subkategori keamanan dan proteksi adalah:

  1. Gangguan integritas kulit/jaringan
  2. Hipertermia
  3. Hipotermia
  4. Perilaku kekerasan
  5. Perlambatan pemulihan pascabedah
  6. Risiko alergi
  7. Risiko bunuh diri
  8. Risiko cedera
  9. Risiko cedera pada ibu
  10. Risiko cedera pada janin
  11. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
  12. Risiko hipotermia
  13. Risiko hipotermia perioperatif
  14. Risiko infeksi
  15. Risiko jatuh
  16. Risiko mutilasi diri
  17. Risiko perilaku kekerasan
  18. Risiko perlambatan pemulihan pascabedah
  19. Risiko termoregulasi tidak efektif
  20. Termoregulasi tidak efektif

Referensi

  1. PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
  2. PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
  3. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Leave a Reply