Strategi mencegah aspirasi pada pasien

Aspirasi merupakan kejadian yang tidak diinginkan pada pasien di fasilitas pelayanan Kesehatan, oleh karena itu penting bagi perawat untuk mengetahui strategi mencegah aspirasi pada pasien.

Pencegahan aspirasi dapat dilakukan dengan mengatur posisi pasien, atau dengan melakukan serangkaian kegiatan latihan lainnya.

Pada artikel ini, kita akan mempelajari strategi mencegah aspirasi pada pasien.

Daftar isi:

Apa itu aspirasi?

Aspirasi terjadi ketika makanan atau air liur memasuki subglotis.

Menurut Kagaya, Inamoto, Okada, & Saitoh (2011), aspirasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

  1. Aspirasi sebelum refleks menelan aktif (aspirasi sebelum menelan)
  2. Aspirasi yang terjadi saat refleks menelan (aspirasi saat menelan)
  3. Aspirasi setelah refleks menelan selesai (aspirasi setelah menelan)

Penyebab aspirasi

Dalam banyak kasus, aspirasi terjadi akibat dari disfungsi refleks menelan, kegagalan penutupan laring, dan disfungsi pintu masuk esofagus (sfingter esofagus superior) (Kagaya, et al, 2011).

Strategi mencegah aspirasi pada pasien

Ada 2 strategi yang dapat dilakukan untuk mencegah aspirasi pada pasien (Kagaya, et al, 2011), yaitu:

  1. Pengaturan posisi
  2. Latihan fungsional

Pengaturan posisi yang dapat mencegah aspirasi antara lain:

  1. Reclining (berbaring)
  2. Chin down
  3. Head rotation
  4. Lateral Recumben
  5. Kombinasi posisi tubuh

Sedangkan latihan fungsional yang dapat dilakukan pada pasien risiko aspirasi adalah:

  1. Latihan meningkatkan rentang gerak servikal
  2. Stimulasi taktil termal
  3. Latihan menelan supraglotik
  4. Manuver Mendelsohn
  5. Latihan shaker
  6. Latihan balloon
  7. Fisioterapi pernapasan
  8. Latihan untuk aktivitas sehari-hari dan kekuatan fisik

Mari kita bahas satu per satu.

Reclining

Posisi reclining (berbaring) dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan bolus makanan turun dari rongga mulut ke tenggorakan karena gaya gravitasi.

Berikan posisi berbaring dengan kepala yang ditinggikan 30°, serta bantal untuk membengkokkan leher (ekstensi) (lihat gambar dibawah):

strategi mencegah aspirasi dengan posisi reclining
(Sumber foto: Kagaya, Inamoto, Okada, & Saitoh, 2011).

Dengan posisi ini, jalan napas akan naik, sementara esofagus turun, sehingga bolus makanan dapat dengan mudah masuk ke esofagus, menghindari masuknya makanan ke faring yang menimbulkan aspirasi.

Bila pasien makan sendiri tanpa bantuan perawat, maka posisi kepala harus lebih tinggi dari 60°.

Pertahankan posisi ini selama 2 jam setelah makan untuk mencegah refluks gastroesofageal dan timbulnya demam yang mungkin disebabkan oleh aspirasi (Kagaya, et al, 2011).

Chin down

Chin down adalah posisi menurunkan dagu.

Ada 3 jenis posisi “chin down” (juga dikenal sebagai “chin tuck”) (Kagaya, et al, 2011), antara lain:

  1. Fleksi kepala
  2. Fleksi leher
  3. Fleksi kepala + fleksi leher

Fleksi kepala melibatkan tulang belakang leher bagian atas (O-C1, C1-C2), yang efektif untuk mencegah makanan tersangkut di vallecula epiglottis.

Sedangkan fleksi leher melibatkan tulang belakang leher bagian tengah dan bawah (C4-C5, C5-C6), yang efektif diberikan bila leher pasien tegang, atau reflek menelan pasien buruk.

Head rotation

Head rotation adalah posisi memutar kepala.

Posisi ini dilakukan agar fossa piriformis menyempit pada sisi yang diputar, sedangkan mengembang di sisi yang berlawanan (lihat gambar dibawah).

strategi mencegah aspirasi dengan head rotation
(Sumber foto: Kagaya, Inamoto, Okada, & Saitoh, 2011).

Tujuannya adalah untuk memudahkan bolus makanan untuk melakukan perjalanan ke sisi yang tidak diputar.

Teknik ini dapat digunakan ketika  pasien mengalami kelumpuhan faring yang berbeda di kanan atau kiri karena kondisi seperti kelumpuhan bulbar, untuk memandu bolus makanan ke sisi yang sehat atau sisi yang kurang lumpuh.

Lateral Recumben

Posisi lateral recumben atau side-lying (miring) digunakan untuk membawa makanan ke bawah, dan melewati sisi tubuh yang tidak lumpuh dengan gravitasi.

Kombinasi posisi tubuh

Posisi ini adalah kombinasi dari 4 posisi yang dijelaskan sebelumnya.

Kombinasi ini dilakukan untuk mengarahkan bolus makanan ke sisi tubuh yang tidak lumpuh, dengan memutar kepala ke arah sisi yang lumpuh, dengan posisi berbaring miring ke arah sisi yang tidak lumpuh dengan dagu ke bawah (lihat gambar dibawah)

strategi mencegah aspirasi dengan kombinasi posisi tubuh
(Sumber foto: Kagaya, Inamoto, Okada, & Saitoh, 2011).

Namun, hati-hati melakukan posisi ini karena kombinasi posisi berbaring dan rotasi kepala dapat memandu bolus makanan ke sisi yang lumpuh.

Latihan meningkatkan rentang gerak servikal

Pasien dengan disfasia berat cenderung memiliki rentang gerak yang sangat terbatas pada tulang belakang leher, dan tidak dapat menunduk atau memutar kepala dengan baik.

Oleh karena itu penting untuk memeriksa rentang gerak serviks pada pasien dengan disfasia.

Apabila pasien diketahui memiliki keterbatasan, berikan latihan untuk meningkatkan rentang gerak servikal.

Latihan ini juga efektif untuk meredakan hipertensi serviks.

Stimulasi taktil termal

Stimulasi taktil termal dilakukan pada pasien dengan inisiasi refleks menelan yang buruk.

Perawat melakukan stimulasi atau merangsang dinding posterior faring dengan laringoskop yang didinginkan dalam air dingin terlebih dahulu.

Selain menggunakan laringoskop, perawat juga dapat menggunakan kapas yang telah direndam dalam air dingin.

Latihan menelan supraglotik

Metode latihan menelan supraglotik sering digunakan pada pasien yang aspirasi saat menelan.

Latihan ini dilakukan dengan cara pasien menarik napas dalam-dalam dan menahannya, kemudian menelan bolus makanan, dan segera membersihkan tenggorokan dengan batuk.

Menahan napas bertujuan untuk menutup glottis untuk mencegah aspirasi, sedangkan batuk setelah menelan makanan bertujuan untuk membuang makanan yang masuk ke saluran pernapasan.

BACA JUGA: Prosedur Keperawatan Terapi Menelan

Manuver Mendelsohn

Manuver Mendelsohn dilakukan dengan cara, pasien mengangkat laringnya ke posisi tertinggi dengan menelan udara, dan kemudian menahan posisi ini selama beberapa detik.

Peninggian laring yang berkepanjangan bertujuan untuk memperbesar jalan masuk esofagus.

Latihan shaker

Latihan shaker digunakan untuk memperbesar pintu masuk esofagus dan memperkuat otot suprahyoid.

Latihan shaker dilakukan dengan cara, pasien mengangkat kepalanya selama 1 menit sambil berbaring terlentang, diikuti dengan istirahat 1 menit, dan mengulangi urutan ini hingga 3 kali.

Setelah itu, pasien mengangkat kepala sebanyak 30 kali.

Serangkaian latihan ini diulang 3 kali sehari selama 6 minggu.

Latihan balloon

Latihan balloon efektif bagi pasien yang mengalami kesulitan menelan makanan melalui pintu masuk kerongkongan.

Sebuah alat, yaitu kateter transoral atau transnasal dibutuhkan untuk melakukan latihan balloon.

Kateter tersebut dimasukkan melewati pintu masuk esofagus, kemudian balon dipompa, dengan tujuan untuk memperluas kerongkongan, lalu ditarik.

Dalam metode lain, kateter dimasukkan ke pintu masuk esogasus untuk memperbesarnya dengan cara menggembungkan balon sebentar-sebentar.

Fisioterapi Pernapasan

Pada pasien disfagia, fungsi sekresi sekret pernapasan sering berkurang, sehingga seringkali membutuhkan fisioterapi pernapasan.

Manuver pengeluaran sputum merupakan metode fisioterapi pernapasan yang paling umum digunakan.

Metode lainnya adalah dengan:

  • Huffing (menghembuskan napas dengan sangat cepat dan dengan kekuatan saat glotis terbuka).
  • Manuver ekspirasi paksa (mengembuskan napas sekali atau dua kali setelah menarik napas).
  • Batuk efektif, untuk mengeluarkan sekret yang terperangkap di saluran pernapasan.

Latihan untuk aktivitas sehari-hari dan kekuatan fisik

Penderita disfagia sering mengalami aspirasi karena kombinasi antara kelumpuhan dan sindrom disuse, serta ketidakstabilan posisi makan dan kelelahan saat makan.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien untuk diberikan latihan untuk aktivitas sehari-hari dan pelatihan kekuatan fisik.

Diagnosis Keperawatan Terkait

Diagnosis keperawatan yang membutuhkan strategi pencegahan aspirasi adalah:

  1. Risiko aspirasi
  2. Gangguan menelan

Referensi

Kagaya, H., Inamoto, Y., Okada, S., & Saitoh, E. (2011). Body positions and functional training to reduce aspiration in patients with dysphagia. JMAJ. 54 (1): 35-38. https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2011_01/035_038.pdf

Leave a Reply